Dari mimbar kehormatan, Kepala Negara memperhatikan dengan seksama rangkaian atraksi militer yang menampilkan kekuatan tiga matra TNI: darat, laut, dan udara. Beberapa kali, Prabowo memberi hormat kepada barisan pasukan yang melintas.
Pertunjukan diawali aksi udara pesawat tempur F-16, disusul manuver kendaraan lapis baja, bela diri militer, hingga serbuan pasukan berkuda. Prajurit juga memperagakan simulasi pembebasan sandera dan penanggulangan bencana. Atraksi ini menggambarkan kesiapan TNI menghadapi ancaman sekaligus menjalankan tugas kemanusiaan.
“Demonstrasi ini tidak hanya menunjukkan kekuatan alutsista, tetapi juga kesiapan prajurit dalam menghadapi segala bentuk tantangan,” demikian pernyataan resmi Sekretariat Presiden dikutip dari laman Presidenri.go.id.
Momen yang paling menyedot perhatian publik adalah aksi lintas udara Victory Jump dengan pengibaran Merah Putih. Atraksi ditutup deru pesawat tempur yang melakukan high speed pass di atas Monas, meninggalkan jejak simbolik kesiapsiagaan TNI.
Selepas itu, defile pasukan gabungan lintas matra mengalir gagah. Sebanyak 133 ribu personel berjalan tegap diiringi genderang drumben. Dari Polisi Militer, Wanita TNI, Paspampres, Kopassus, Kostrad, Marinir, hingga Korps Kadet Indonesia tampil berurutan, memperlihatkan kedisiplinan khas militer.
Langit Jakarta semakin semarak ketika pesawat pembawa bendera Nusantara melintas, disusul formasi udara yang membentuk angka “80” sebagai simbol usia TNI. Sorak-sorai masyarakat yang memadati Monas menambah atmosfer kebanggaan kolektif.
Presiden Prabowo menanggapi dengan tatapan serius namun hangat. Ia tampak beberapa kali mengangguk dan memberi hormat kepada para prajurit yang lewat di hadapannya. “Peringatan ini adalah bentuk penghormatan kepada pengabdian TNI bagi bangsa,” kata Presiden.
Puncak acara ditutup defile alutsista modern TNI. Sebanyak 1.047 peralatan pertahanan digerakkan, mulai dari kendaraan taktis, artileri medan, drone, hingga kapal selam nirawak. Atraksi udara terakhir oleh F-16 menegaskan kembali kesiapan TNI menjaga kedaulatan nasional.
🟥 Catatan Editorial
Antara Panggung Militer dan Tantangan Demokrasi
Peringatan HUT ke-80 TNI menampilkan wajah gagah kekuatan militer Indonesia di hadapan publik dan Presiden. Namun, di balik gemerlap parade dan defile raksasa, terdapat pertanyaan yang perlu diajukan: bagaimana TNI menjaga keseimbangan antara profesionalisme militer dan komitmen demokrasi?
Sejarah panjang TNI menunjukkan tarik-menarik antara peran pertahanan dan godaan politik. Dengan latar belakang Presiden yang juga seorang purnawirawan jenderal, simbolisme parade kali ini memunculkan tafsir berlapis—antara kebanggaan nasional dan potensi konsolidasi kekuasaan melalui simbol militerisme.
Pameran kekuatan seperti ini wajar dalam konteks ulang tahun institusi militer. Namun, di era reformasi, publik tetap perlu memastikan bahwa kekuatan TNI diarahkan sepenuhnya untuk pertahanan negara, bukan sebagai alat legitimasi politik. Transparansi anggaran, modernisasi alutsista yang efisien, dan penghormatan terhadap supremasi sipil menjadi prasyarat agar kekuatan itu selaras dengan prinsip demokrasi.
Defile ratusan ribu personel memang meneguhkan daya tarik simbolik TNI. Tetapi tantangan ke depan justru terletak pada kemampuan institusi ini menjaga jarak sehat dengan politik praktis. Peringatan yang penuh kebanggaan di Monas hari ini semestinya menjadi pengingat: profesionalisme TNI bukan hanya ditentukan oleh barisan yang rapi, melainkan juga oleh komitmen menjaga demokrasi Indonesia tetap tegak.
---
Sumber: Presidenri.go.id
Penulis: Redaksi cherbonnews.com
Editor: Muhammad Irfan Habibi
Posting Komentar