“Kepemimpinan di TNI harus kepemimpinan keteladanan, harus kepemimpinan Ing Ngarso Sung Tulodo, harus memberi contoh di depan,” ujar Presiden Prabowo dalam amanatnya. “Tidak ada tempat untuk pemimpin-pemimpin yang tidak kompeten, yang tidak profesional, yang tidak mengerti tugasnya.”
Dorong Meritokrasi di Tubuh TNI
Presiden Prabowo menegaskan agar Panglima TNI dan para Kepala Staf Angkatan menilai calon pemimpin berdasarkan prestasi, bukan senioritas semata. Ia menilai sistem pembinaan yang adil dan berbasis kinerja akan menjaga ketangguhan TNI di tengah perubahan zaman.
“Prajurit kita berhak dan menuntut kepemimpinan yang terbaik,” kata Prabowo. “Saya memberi izin kepada Panglima TNI dan Kepala Staf, dalam rangka seleksi kepemimpinan tidak perlu terlalu memperhitungkan senioritas, yang penting prestasi, pengabdian, cinta tanah air.”
Pesan tersebut menandai arah baru dalam pola pembinaan kepemimpinan militer. Presiden Prabowo tampak hendak menggeser paradigma lama yang cenderung menempatkan senioritas sebagai tolok ukur utama.
TNI dan Kedaulatan Sumber Daya Alam
Dalam bagian lain amanatnya, Presiden menyoroti pentingnya peran TNI dalam menjaga kekayaan alam Indonesia. Ia menegaskan bahwa sumber daya alam adalah aset strategis bangsa yang harus dilindungi dari ancaman baik eksternal maupun internal.
“TNI harus introspeksi diri,” ujar Prabowo. “Dengan semua organisasi yang kita miliki, TNI harus tanggap, TNI harus bantu penegak hukum, bantu pemerintah daerah dan pusat untuk menjaga kekayaan kita, sumber daya alam kita. Kekayaan kita harus kita selamatkan, harus kita hemat, harus kita kelola untuk menghilangkan kemiskinan dari bangsa Indonesia.”
Pernyataan ini mempertegas pandangan Presiden bahwa pertahanan nasional tak hanya berkaitan dengan kekuatan militer, tetapi juga kedaulatan ekonomi dan keberlanjutan sumber daya.
Adaptasi dengan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan
Presiden Prabowo juga mengingatkan pentingnya adaptasi TNI terhadap perkembangan teknologi modern, termasuk teknologi siber dan kecerdasan buatan. Ia menilai, kemampuan TNI menghadapi tantangan masa depan sangat bergantung pada kesiapan prajurit untuk terus belajar dan berinovasi.
“Saudara-saudara sekalian, sekali lagi, jangan berhenti berlatih, jangan berhenti belajar,” kata Prabowo. “Saya perintahkan Panglima TNI, Kepala Staf, kaji terus perkembangan teknologi dan sains, kaji terus organisasi, bila perlu organisasi yang usang diganti dengan organisasi yang tepat untuk kepentingan bangsa Indonesia.”
Presiden juga memberikan penghargaan kepada seluruh prajurit dan keluarga besar TNI atas pengabdian mereka kepada bangsa. Ia menutup amanatnya dengan doa dan ucapan terima kasih kepada keluarga para prajurit yang selama ini mendukung tugas-tugas berat di lapangan.
“Sekali lagi, Dirgahayu ke-80 TNI,” ucapnya. “Saya juga ucapkan terima kasih kepada istri-istri para prajurit, kepada anak-anak para prajurit yang dengan tabah, dengan setia mendukung suami-suaminya selama bertugas di tempat-tempat yang berbahaya.”
🟥 Catatan Editorial
Reformasi Senyap di Tubuh TNI
Pesan meritokrasi yang ditegaskan Presiden Prabowo pada peringatan HUT ke-80 TNI memiliki makna strategis yang melampaui seremoni tahunan. Di tengah dinamika politik dan pertahanan global, gagasan untuk menempatkan prestasi di atas senioritas adalah sinyal kuat menuju reformasi budaya kepemimpinan militer yang lebih modern dan rasional.
Reformasi semacam ini sesungguhnya bukan hal baru, namun kerap terhambat oleh tradisi dan struktur birokratis yang hierarkis. Jika diterapkan secara konsisten, meritokrasi di tubuh TNI dapat menjadi katalis bagi profesionalisme pertahanan nasional — sesuatu yang amat dibutuhkan di era kompetisi geopolitik dan teknologi tinggi.
Di sisi lain, penekanan pada peran TNI dalam menjaga kekayaan alam menandai perluasan fungsi pertahanan yang berorientasi pada kedaulatan sumber daya. Namun, hal ini juga menuntut kehati-hatian agar fungsi militer tidak tumpang tindih dengan peran sipil atau aparat penegak hukum lainnya.
Tantangan terbesar bagi TNI ke depan bukan hanya mempertahankan kekuatan tempur, tetapi juga membangun kultur organisasi yang adaptif, transparan, dan berakar pada kepentingan rakyat. Kepemimpinan teladan, seperti yang diserukan Presiden, hanya akan bermakna bila diiringi dengan sistem pembinaan yang terbuka dan akuntabel.
Pada usia ke-80, TNI dihadapkan pada ujian sejarah baru: menjadi kekuatan pertahanan modern tanpa kehilangan jati diri sebagai tentara rakyat. Dan di sanalah, barangkali, letak makna sejati dari kepemimpinan teladan yang dituntut zaman.
---
Sumber: presidenri.go.id
Penulis: Redaksi Cherbonnews.com
Editor: [Muhammad Irfan Habibi]
Posting Komentar