Presiden Prabowo Pimpin Upacara Peringatan HUT ke-80 TNI di Monas


Cherbonnews.com | Berita, Presiden Prabowo Subianto — Suasana khidmat menyelimuti Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta, saat Presiden Prabowo Subianto memimpin Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI), Minggu (5/10). Momen tersebut menjadi refleksi atas delapan dekade perjalanan TNI sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan dan kehormatan bangsa.

Presiden Prabowo bertindak sebagai inspektur upacara dalam kegiatan yang dihadiri ribuan prajurit dari tiga matra TNI: darat, laut, dan udara. Bertindak sebagai komandan upacara adalah Letjen TNI Bambang Trisnohadi, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, sementara Brigjen TNI Fitriana Nur Heru Wibawa menjabat sebagai perwira upacara.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan penghormatan kebesaran kepada inspektur upacara. Presiden Prabowo kemudian melakukan pemeriksaan pasukan didampingi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menggunakan kendaraan taktis Maung.

Upacara dilanjutkan dengan mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para pahlawan bangsa. Pengucapan Sapta Marga dilakukan oleh Pangdam XXI/Radin Inten Mayjen TNI Kristomei Sianturi, Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Wawasan Nusantara Lemhanas Mayjen TNI (Mar) Y. Rudy Sulistyanto, dan Wakil Komandan Kodiklatau Marsda TNI Benny Arfan.

Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada seluruh prajurit dan keluarga besar TNI. Ia juga menyampaikan apresiasi atas dedikasi dan pengabdian TNI dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Atas nama negara, bangsa, dan pemerintah Indonesia, saya ucapkan penghargaan dan terima kasih atas prestasi TNI sampai saat ini. TNI selalu tampil di saat kritis, TNI tidak akan ragu-ragu untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan rakyat di atas segala kepentingan yang lain,” ujar Presiden Prabowo.

Usai upacara, Presiden Prabowo menyaksikan demonstrasi pasukan TNI, defile pasukan, dan pawai alat utama sistem senjata (alutsista). Aksi para prajurit dari ketiga matra tersebut menampilkan kesiapsiagaan dan profesionalisme tinggi. Deru kendaraan tempur dan pesawat yang melintas di langit Jakarta menambah kemegahan perayaan HUT ke-80 TNI tahun ini.

Acara tersebut turut dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, di antaranya Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin, serta Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming. Hadir pula para duta besar negara sahabat, pimpinan lembaga negara, dan jajaran menteri serta wakil menteri Kabinet Merah Putih.

🟥 Catatan Editorial

TNI 80 Tahun: Di Antara Kekuasaan, Kemandirian, dan Bayang-bayang Masa Lalu

Delapan dekade perjalanan TNI adalah kisah panjang tentang pengorbanan, kehormatan, dan kekuasaan. Dari medan perang kemerdekaan hingga panggung politik modern, militer Indonesia telah memainkan peran vital — sering kali juga kontroversial — dalam perjalanan republik ini.

Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, figur yang lahir dari rahim militer sendiri, TNI menghadapi tantangan yang lebih halus namun tak kalah penting: menjaga jarak yang sehat antara kekuasaan politik dan loyalitas korps. Di sinilah ujian sesungguhnya: apakah TNI mampu tetap menjadi tentara rakyat, bukan tentara penguasa.

Peringatan HUT ke-80 seharusnya bukan hanya pesta parade senjata dan alutsista. Lebih dari itu, ini adalah cermin untuk menilai sejauh mana militer Indonesia mampu beradaptasi dengan prinsip demokrasi dan tata kelola sipil yang modern. Reformasi militer yang dimulai dua dekade lalu belum sepenuhnya tuntas. Bayang-bayang masa lalu — dari dominasi politik, bisnis militer, hingga potensi penyalahgunaan kekuasaan — masih membayangi tubuh institusi pertahanan negara ini.

TNI yang kuat bukan hanya diukur dari jumlah tank, jet tempur, atau latihan gabungan. Kekuatan sejati ada pada keberanian moral: menolak politisasi, menolak korupsi, dan berdiri tegak membela rakyat di atas segala kepentingan kekuasaan.

Delapan puluh tahun TNI adalah waktu yang cukup untuk membuktikan bahwa kekuatan militer dan kebijaksanaan sipil bisa berjalan seiring — membangun Indonesia yang berdaulat, demokratis, dan bermartabat. Tantangannya kini bukan lagi di medan perang, tetapi di medan kepercayaan publik.

Post a Comment