
Pahami seni distraksi politik: bagaimana isu sepele digunakan untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah kritis.
Teori Dibalik Distraksi: Agenda Setting dan Framing
Distraksi bukanlah suatu kebetulan, melainkan proses yang berakar pada teori komunikasi dan politik yang kokoh. Dua teori kunci yang menjelaskan mekanismenya adalah Agenda Setting dan Framing.
Teori Agenda Setting, yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw (1972), berargumen bahwa media massa memiliki kekuatan besar dalam menentukan apa yang dipikirkan oleh publik. Intinya, media mungkin tidak selalu berhasil menyuruh kita bagaimana berpikir, tetapi sangat efektif dalam menyuruh kita tentang apa untuk berpikir. Proses ini terjadi melalui seleksi dan penonjolan isu tertentu di atas isu lainnya. Dalam konteks distraksi politik, kekuatan ini dapat disalahgunakan dengan sengaja membanjiri saluran komunikasi dengan isu-isu yang kurang substantif, sehingga isu sampingan menggeser isu utama dari agenda publik.
Teori ini beroperasi pada dua tingkat:
- Agenda Setting Primer: Menentukan isu mana yang penting (misalnya, gosip selebritas vs data kemiskinan).
- Agenda Setting Sekunder: Menentukan atribut mana dari isu tersebut yang disoroti (misalnya, membingkai demonstrasi sebagai "kerusuhan" ketimbang "ungkapan aspirasi").
Sementara itu, Teori Framing menjelaskan bagaimana sebuah isu disajikan. Framing adalah proses membangun narasi dengan memilih aspek-aspek tertentu dari realitas dan menjadikannya lebih menonjol dalam teks komunikasi. Seorang ahli politik atau media dapat membingkai sebuah krisis ekonomi sebagai "kesalahan situasi global" (mengalihkan tuntutan) atau "buah dari kebijakan yang keliru" (menuntut akuntabilitas). Sensationalism bias, atau bias sensasional, adalah alat framing yang ampuh untuk distraksi, karena ia memprioritaskan kisah-kisah yang luar biasa dan emosional di atas laporan yang biasa namun penting.
Tabel: Perbandingan Teori Agenda Setting dan Framing dalam Konteks Distraksi
| Aspek | Teori Agenda Setting | Teori Framing |
|---|---|---|
| Pertanyaan Inti | Apa yang dipikirkan publik? | Bagaimana publik memikirkan suatu isu? |
| Mekanisme Distraksi | Membanjiri media dengan isu A sehingga isu B terlupakan. | Menyajikan isu B dengan sudut pandang yang menguntungkan pelaku distraksi. |
| Contoh Praktis | Pemberitaan intensif tentang konflik artis selama pembahasan RUU kontroversial. | Membingkai kebocoran data pribadi sebagai "insiden teknis minor" bukan "ancaman keamanan nasional". |
| Tokoh Kunci | Maxwell McCombs, Donald Shaw | Erving Goffman, Robert Entman |
Teknik-Teknik Pengalihan Perhatian yang Umum Digunakan
Praktik distraksi politik dijalankan melalui berbagai teknik yang sering kali halus dan terstruktur. Berikut adalah beberapa metode yang diidentifikasi dalam literatur media dan komunikasi politik:
"Smoke Screen" atau Tabir Asap: Ini adalah teknik klasik yang melibatkan penciptaan atau pemompaan isu lain yang lebih menarik perhatian untuk mengalihkan fokus dari skandal atau masalah kebijakan yang serius. Seperti dalam film Wag the Dog, perang fiksi diciptakan untuk menutupi skandal presiden. Dalam dunia nyata, ini bisa berupa konflik verbal yang direkayasa atau isu identitas yang dipanaskan.
Sensasionalisme dan "Gotcha Journalism": Media, baik karena tekanan rating, klik, atau pesanan tertentu, dapat terlibat dalam sensationalism bias. Ini berarti mereka lebih memilih berita yang dramatis, kontroversial, atau emosional, sekalipun tidak signifikan. Gotcha Journalism, yaitu jurnalisme yang mencari-cari kesalahan atau pernyataan kontroversial figur publik untuk dijadikan headline, adalah turunannya. Teknik ini mengubah wacana politik dari substansi kebijakan menjadi pertunjukan kesalahan dan sensasi.
Gatekeeping Bias dan Peniadaan Isu: Kebalikan dari sensasionalisme adalah membuat isu penting menghilang. Gatekeeping bias terjadi ketika cerita dipilih atau dibuang berdasarkan pertimbangan ideologis atau kepentingan tertentu. Isu yang rumit, seperti analisis mendalam tentang defisit anggaran atau dokumen investigasi HAM, mungkin "dikubur" dengan menempatkannya di segmen yang tidak menarik atau tidak meliputnya sama sekali.
Astroturfing dan Manipulasi Opini Online: Astroturfing adalah upaya menciptakan ilusi dukungan akar rumput (grassroots) yang luas terhadap suatu kebijakan atau narasi, padahal dukungan itu direkayasa. Dengan menggunakan akun-akun bot atau buzzer bayaran, suatu isu sampingan dapat dibuat tampak seperti "suara rakyat" yang viral, memaksa media arus utama dan publik untuk membicarakannya, dan mengalihkan percakapan.
Personalifikasi dan Politik Identitas: Teknik ini mengalihkan diskusi dari sistem, kebijakan, atau data, kepada konflik personal atau identitas kelompok. Alih-alih mendebat efektivitas suatu undang-undang, perdebatan dialihkan menjadi saling serang latar belakang, agama, atau etnis para pembuatnya. Ini adalah bentuk straw man fallacy yang diterapkan pada level sosial, di mana argumen substantif diganti dengan serangan pada karakter atau kelompok.
Kasus dan Konteks: Distraksi dalam Politik Indonesia
Memahami distraksi politik dalam konteks Indonesia memerlukan pendekatan yang cermat. Pola-pola global sering kali termanifestasi dalam bentuk yang khas lokal.
Pertama, ketegangan antara isu ekonomi substantif dan narasi simbolis. Indonesia, dengan jumlah kelas menengah dan calon kelas menengah yang sangat besar namun rentan, sering menghadapi isu-isu ekonomi yang pelik. Tekanan seperti kenaikan harga sembako, defisit BPJS, atau ancaman resesi global adalah isu krusial yang membutuhkan perhatian serius dan solusi teknis. Dalam situasi seperti ini, pengalihan perhatian publik dapat muncul melalui penguatan narasi-narasi identitas, prestasi simbolis pembangunan infrastruktur besar yang terus-menerus diekspos, atau konflik politik elite yang dipenuhi drama personal. Tujuannya adalah menggeser kegelisahan publik dari pertanyaan "apakah kondisi ekonomi saya membaik?" menjadi "siapa yang menang atau kalah dalam konflik politik hari ini?".
Kedua, peran media dan kepemilikan silang. Struktur kepemilikan media di Indonesia yang kompleks dapat memperparah gatekeeping bias dan corporate bias. Kepentingan pemilik media yang mungkin juga berada di sektor bisnis atau politik tertentu, dapat memengaruhi seleksi berita. Isu yang berpotensi merugikan mitra bisnis atau sekutu politik mungkin diberi porsi kecil, sementara isu yang menguntungkan atau yang bersifat hiburan digenjot. Fenomena "missing white woman syndrome" yang diangkat dalam studi bias media—di mana media Barat lebih gencar memberitakan wanita kulit putih yang hilang—memiliki paralelnya: pemberitaan yang tidak proporsional terhadap kasus-kasus tertentu di ibu kota atau yang melibatkan figur terkenal, sementara isu serupa di daerah terpencil atau yang menimpa kelompok marginal kurang mendapat sorotan.
Ketiga, kerangka hukum dan HAM sebagai alat sekaligus korban. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bidang yang sering kali kompleks dan penuh ketidaknyamanan bagi penguasa, karena menyentuh akuntabilitas dan keadilan struktural. Dalam konteks ini, distraksi dapat berupa upaya membingkai (framing) pembahasan HAM bukan sebagai pemenuhan kewajiban negara (respect, protect, fulfil), tetapi sebagai ancaman terhadap kedaulatan atau stabilitas nasional. Percakapan publik dialihkan dari substansi penyelesaian pelanggaran HAM ke perdebatan tentang "intervensi asing" atau "menghidupkan luka lama", sehingga agenda utama untuk pemulihan korban dan keadilan menjadi terabaikan.
Bagaimana Melindungi Diri dari Manipulasi Distraksi?
Menjadi warga negara yang melek media dan kebal terhadap distraksi politik adalah keterampilan yang bisa dikembangkan. Berikut beberapa langkah praktis berdasarkan prinsip media literacy:
Kenali Pola dan Tanyakan "Cui Bono?" (Siapa yang Diuntungkan?): Ketika sebuah isu tiba-tiba membanjiri pemberitaan, berhenti sejenak. Apakah isu ini penting untuk kehidupan sehari-hari, hak, atau kesejahteraan jangka panjang masyarakat? Ataukah ia bersifat emosional, personal, dan sensasional? Siapa yang paling diuntungkan jika semua orang sibuk membicarakan ini, dan isu penting apa yang mungkin tenggelam karenanya? Pertanyaan sederhana ini adalah senjata pertama melawan distraksi.
Diversifikasi Sumber Informasi: Jangan bergantung pada satu atau dua saluran berita saja. Confirmation bias (kecenderungan untuk mencari informasi yang sesuai dengan keyakinan kita) adalah jebakan. Bacalah media dengan perspektif berbeda, ikuti jurnalis independen, dan akses sumber data primer seperti situs BPS, Lembaga Negara, atau laporan lembaga riset kredibel. Hal ini membantu Anda melihat apa yang tidak dilaporkan oleh media arus utama (coverage bias).
Lacak Agenda Kebijakan, Bukan Hanya Skandal: Luangkan waktu untuk secara aktif melacak proses legislasi atau kebijakan yang berdampak langsung, seperti RUU perpajakan, revisi UU ketenagakerjaan, atau anggaran kesehatan. Sumber informasi resmi seperti situs DPR RI dan kementerian terkait bisa jadi rujukan. Dengan fokus pada agenda ini, Anda akan lebih mudah mengidentifikasi ketika percakapan publik tiba-tiba dialihkan darinya.
Kembangkan Skeptisisme Sehat terhadap Viralitas: Di era digital, sesuatu yang viral belum tentu penting. Clickbait dan astroturfing dirancang untuk menjadi viral. Sebelum ikut menyebarkan atau merespons secara emosional, periksa sumbernya, verifikasi faktanya, dan tanyakan apakah konten itu bagian dari narasi besar yang mengalihkan perhatian.
Terlibat dalam Diskusi Substansif: Lawan arus distraksi dengan sengaja mengajak diskusi tentang isu-isu mendasar di lingkaran Anda—baik keluarga, pertemanan, atau media sosial. Bahaslah tentang kualitas pendidikan, sustainability lingkungan, perlindungan sosial, atau integritas institusi. Dengan secara aktif memelihara ruang untuk wacana substansif, kita mengikis efektivitas taktik pengalihan perhatian publik.
FAQ: Distraksi Politik
Apa bedanya distraksi politik dengan propaganda?
Propaganda adalah upaya luas untuk membentuk persepsi dan memanipulasi sikap, sering menggunakan informasi selektif. Distraksi politik adalah salah satu teknik dalam arsenal propaganda yang khusus berfokus pada pengalihan perhatian dari informasi atau isu yang tidak menguntungkan bagi si penguasa.
Apakah semua isu hiburan atau sensasional adalah bentuk distraksi?
Tidak selalu. Dunia membutuhkan hiburan. Yang menjadi masalah adalah ketika konten hiburan atau sensasional digunakan secara sistematis dan terkoordinasi pada momen-momen kritis (seperti saat peluncuran laporan investigasi atau pembahasan RUU penting) untuk membanjiri saluran komunikasi dan menggeser isu utama. Pola dan intensitasnya yang menjadi kunci.
Bagaimana peran media dalam distraksi? Apakah mereka selalu sengaja?
Media bisa menjadi pelaku, sasaran, atau alat distraksi. Sensationalism bias dan tekanan ekonomi untuk mendapatkan klik/rating bisa membuat media tanpa sadar memperkuat distraksi. Namun, dalam kasus corporate bias atau partisan bias, pemilik media atau jurnalis dengan agenda tertentu dapat secara sengaja menjadi aktor distraksi.
Sebagai individu biasa, apa yang bisa saya lakukan menghadapi ini?
Mulailah dari diri sendiri dengan langkah-langkah di atas. Kemudian, edukasi orang di sekitar Anda. Diskusikan mekanisme distraksi ini dalam komunitas Anda. Dorong lembaga pendidikan untuk memasukkan media literacy dan pemikiran kritis ke dalam kurikulum. Suara kolektif yang kritis dapat menciptakan lingkungan yang lebih resisten terhadap distraksi.
Penutup
Distraksi politik adalah seni kuno yang menemukan medium baru yang ampuh di era informasi. Berakar dari teori Agenda Setting dan Framing, praktik ini dijalankan melalui teknik-teknik seperti tabir asap, sensasionalisme, dan astroturfing. Dalam konteks Indonesia, distraksi sering memanfaatkan kerentanan ekonomi kelas menengah, struktur kepemilikan media, dan kompleksitas isu HAM untuk mengalihkan percakapan publik dari hal-hal yang substantif.
Pertahanan terbaik adalah kesadaran dan keaktifan. Dengan mengenali pola, mendiversifikasi sumber informasi, melacak agenda kebijakan, dan secara sadar terlibat dalam wacana substansif, kita sebagai publik bukan lagi sekadar sasaran pasif, tetapi menjadi filter yang cerdas. Pada akhirnya, kemampuan untuk mempertahankan fokus pada isu-isu krusial—seperti keadilan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan hak asasi manusia—adalah fondasi dari demokrasi yang sehat dan akuntabel. Mari jaga fokus kita, karena perhatian kita adalah kekuatan yang paling berharga.
Mulailah hari ini: Pilih satu isu kebijakan yang Anda pedulikan, lacak perkembangannya selama sepekan, dan catat apakah ada "isu sampingan" besar yang mencoba menggesernya. Bagikan pengamatan Anda untuk membangun kesadaran kolektif.
Referensi
[1] Helpful Professor. (2025). 35 Media Bias Examples for Students. Retrieved from Help Ful Professor.
[2] Wikipedia. (n.d.). Media manipulation. Retrieved from wikipedia.
[3] UNDP Indonesia. (n.d.). Indonesia for Business and Human Rights: Agents of Change. Retrieved from undp.
[4] Wikipedia. (n.d.). Media bias. Retrieved from wikipedia.
[5] EBSCO. (2024). Media Manipulation | Research Starters. Retrieved from ebsco.
[6] BINUS University. (2020). Teori Agenda Setting dan Framing dalam Media Relations. Retrieved from binus.
[7] BBC News Indonesia. (2024). Nasib jadi kelas menengah di Indonesia – Banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran. Retrieved from bbc.
Disetujui oleh: Pimpinan Redaksi Cherbon News