Konsep Thariqah (Jalan Spiritual) sebagai Kekuatan Change Management dalam Transformasi Digital NU

Thariqah Kekuatan Transformasi Digital NU
Thariqah Kekuatan Transformasi Digital NU

Cherbonnews.com | Konsep Thariqah (Jalan Spiritual) sebagai Kekuatan Change Management mungkin terdengar seperti paradoks di telinga modern. Di satu sisi, transformasi digital mensyaratkan kecepatan, inovasi disruptif, dan adaptasi terhadap teknologi terbaru. Di sisi lain, thariqah—sebagai jalan spiritual dalam Islam—sering diasosiasikan dengan tradisi, kontemplasi, dan ketundukan pada seorang mursyid. Lantas, bagaimana organisasi massa Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU), yang memiliki lebih dari 150 juta jamaah dan 20 ribu lebih pesantren, dapat menyelaraskan kedua dunia ini?

Faktanya, NU telah meluncurkan platform Digdaya NU, sebuah inisiatif besar-besaran untuk mendigitalisasi data dan layanan bagi seluruh ekosistemnya. Perubahan besar ini bukan sekadar masalah teknis memasang server dan aplikasi. Ini adalah persoalan mendasar change management—mengelola perubahan sikap, perilaku, dan budaya organisasi—dalam sebuah entitas yang sangat luas dan berakar pada tradisi. Di sinilah konsep thariqah yang telah menjadi DNA perjalanan spiritual dan intelektual Islam Nusantara justru muncul sebagai kerangka change management yang paling kokoh dan kontekstual.

Artikel ini akan mengupas bagaimana prinsip-prinsip thariqah yang abadi dapat menjadi kompas dan kekuatan penggerak dalam menghadapi gelombang transformasi digital. Kita akan menjelajahi:

  • Memaknai Kembali Thariqah sebagai filosofi perjalanan dan perubahan organisasi.
  • Tujuh Komponen Utama Thariqah yang paralel dengan pilar change management modern.
  • Transformasi Digital NU sebagai laboratorium nyata penerapan konsep ini.
  • Sintesis Spiritual-Teknologis: Membangun budaya digital yang berbasis nilai.

Memaknai Ulang Thariqah: Dari Jalan Spiritual ke Filosofi Transformasi Organisasi

Secara bahasa, thariqah berarti "jalan" atau "metode". Dalam konteks tasawuf, thariqah adalah jalan yang ditempuh seorang salik (penempuh) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang biasanya dilakukan dengan bimbingan seorang guru spiritual (mursyid atau syaikh). Namun, dalam konteks organisasi modern seperti NU, makna ini dapat diperluas menjadi sebuah filosofi tentang "perjalanan bertujuan".

Setiap transformasi digital pada hakikatnya adalah sebuah perjalanan kolektif dari suatu keadaan menuju keadaan lain yang lebih baik—dari manual ke digital, dari tersekat-sekat ke terintegrasi, dari lamban ke lincah. Perjalanan ini penuh ketidakpastian, hambatan, dan seringkali menimbulkan keraguan serta penolakan (resistance to change) dari anggota organisasi. Di sinilah esensi thariqah sebagai "jalan" menjadi relevan. Ia mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan mulia (hakikat), diperlukan kesadaran untuk memulai perjalanan (maksud), komitmen pada metode (syariat), dan kesabaran dalam menjalani proses (thariqah itu sendiri).

Sejarah membuktikan bahwa thariqah bukanlah konsep yang statis. Ia merupakan "formulasi baru" yang lahir dari perpaduan budaya lokal dan prinsip Islam, yang memungkinkan Islam menyebar dan bertransformasi di Nusantara. Dengan kata lain, thariqah secara historis adalah agen perubahan dan adaptasi. Nilai inilah yang sekarang diperlukan NU: kemampuan untuk mengadopsi teknologi baru (digitalisasi) tanpa kehilangan jati diri spiritual dan kulturalnya. Thariqah menawarkan kerangka change management yang tidak memusuhi tradisi, melainkan menjadi jembatan yang menghubungkan nilai-nilai lama dengan tuntutan baru.

Tujuh Komponen Thariqah sebagai Framework Change Management yang Humanis

Penelitian modern mengenai change management digital menekankan tiga pilar utama: keselarasan teknologi dengan visi, pengembangan kompetensi SDM, dan transformasi budaya organisasi. Menariknya, kerangka praktis thariqah yang diuraikan oleh para ahli, seperti tujuh komponen utama yang disebutkan Prof. Asep Usman Ismail, memberikan peta jalan yang sangat detail dan humanis untuk mewujudkan ketiga pilar tersebut.

Berikut adalah tujuh komponen thariqah dan analoginya dalam manajemen perubahan transformasi digital:

1. Mursyid (Pembimbing Spiritual) ↔ Pemimpin Transformasi & Change Champion

Mursyid adalah "dokter rohani" yang memahami kondisi batin muridnya. Dalam transformasi digital, peran ini dijalankan oleh pemimpin (seperti Ketum PBNU) dan change champion di semua level. Mereka harus memahami "penyakit" organisasi (seperti resistensi, ketakutan, atau kebingungan), bukan hanya memerintah. Seperti mursyid yang membimbing berdasarkan kondisi murid, pemimpin transformasi harus personal dalam pendekatan, memberikan teladan (seperti Gus Yahya yang langsung meluncurkan Digdaya NU), dan menjadi sumber motivasi yang sahih.

2. Murid (Penempuh Jalan) ↔ Seluruh Anggota Organisasi

Dalam thariqah, murid harus memiliki niat tulus (ikhlas), disiplin (mujahadah), dan komitmen total (ikhlas). Demikian pula, kesuksesan transformasi digital bergantung pada sikap setiap kader, pengurus, dan jamaah. Mereka perlu didorong untuk memiliki kemauan belajar (niat), disiplin mengadopsi sistem baru (mujahadah), dan memahami bahwa perubahan ini untuk kemaslahatan bersama (ikhlas).

3. Baiat (Ikrar Kesetiaan) ↔ Komitmen Organisasi & Psychological Contract

Baiat adalah janji setia murid kepada mursyid untuk menempuh jalan. Dalam konteks organisasi, ini diterjemahkan sebagai komitmen kolektif terhadap visi transformasi digital. Peluncuran platform seperti Digdaya NU harus disertai dengan proses "baiat" organisasi—bisa melalui keputusan musyawarah, sosialisasi intensif, dan penandatanganan komitmen—yang memperkuat "kontrak psikologis" bahwa perubahan ini adalah keputusan bersama.

4. Zikir dan Wirid (Amalan Rutin) ↔ Pembiasaan Digital & New Ways of Working

Zikir adalah latihan kontinu untuk mengingat Tuhan. Dalam dunia digital, "zikir"-nya adalah pembiasaan menggunakan tools baru secara rutin. Pengisian data melalui portal Digdaya, rapat via konferensi video, atau koordinasi melalui kanal digital harus dibangun menjadi rutinitas organisasi yang baru ("new ways of working"). Konsistensi dalam amalan kecil ini akan menguatkan transformasi secara besar.

5. Suluk (Pengasingan Diri/Ritual Intensif) ↔ Program Pelatihan & Bootcamp Intensif

Suluk adalah fase retreat intensif untuk pemurnian diri. Analoginya dalam transformasi adalah program pelatihan dan bootcamp intensif bagi SDM kunci. Mereka perlu "dikarantina" sementara dari rutinitas lama untuk benar-benar mendalami tools, filosofi, dan prosedur baru. Ini adalah investasi untuk membangun kapabilitas inti (core digital competency) yang menjadi tulang punggung perubahan.

6. Khirqah (Jubah Penghargaan) ↔ Sistem Penghargaan & Pengakuan

Pemberian khirqah simbolis dari mursyid kepada murid yang telah mencapai tingkat tertentu. Dalam organisasi, sistem penghargaan (recognition) dan apresiasi untuk tim atau individu yang berhasil mengadopsi dan berinovasi dengan teknologi baru sangat penting. Hal ini memvalidasi usaha dan menjadikan mereka role model bagi yang lain.

7. Wirasat (Pewarisan Ilmu) ↔ Knowledge Management & Sustainability

Rantai penerusan ilmu dari guru ke murid menjamin keberlanjutan thariqah. Transformasi digital harus didukung oleh sistem manajemen pengetahuan yang kuat. Dokumentasi, video tutorial, forum internal, dan program mentoring memastikan bahwa ilmu dan keterampilan digital tidak hanya melekat pada segelintir orang, tapi diwariskan dan berkembang seiring regenerasi organisasi.

Tabel: Kesesuaian Komponen Thariqah dengan Prinsip Change Management Digital

Komponen Thariqah Prinsip Change Management Digital Penerapan dalam Transformasi Digital Organisasi
Mursyid Kepemimpinan Transformasional & Visi Pemimpin sebagai pembimbing, bukan hanya komandan.
Murid Keterlibatan & Pemberdayaan SDM Setiap anggota sebagai subjek perubahan yang aktif.
Baiat Komitmen & Alignment Organisasi Membangun kontrak sosial dan psikologis atas perubahan.
Zikir/Wirid Pembiasaan & Adopsi Teknologi Membuat penggunaan tools digital menjadi rutinitas baru.
Suluk Pelatihan Intensif & Pengembangan Kompetensi Program mendalam untuk membangun kapabilitas inti.
Khirqah Sistem Penghargaan & Pengakuan Merayakan keberhasilan dan menjadikan inovator sebagai teladan.
Wirasat Manajemen Pengetahuan & Keberlanjutan Menjamin transfer pengetahuan dan sustainability transformasi.

Transformasi Digital NU: Thariqah dalam Aksi

Inisiatif Digdaya NU yang diluncurkan oleh Ketum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf adalah contoh nyata bagaimana kerangka thariqah bekerja dalam skala masif. Platform ini dirancang sebagai "semesta digital NU" yang mengintegrasikan data pesantren, kader, masjid, aset, dan layanan lainnya. Mari kita lihat penerapan komponen thariqah-nya:

  • Peran Mursyid (Kepemimpinan): Gus Yahya tidak hanya memberi perintah, tetapi langsung berada di garda depan sebagai pembimbing transformasi dengan meluncurkan dan mendorong platform tersebut. Hal ini memberikan sinyal kuat dan legitimasi spiritual-intelektual bahwa perubahan digital adalah jalan yang harus ditempuh.
  • Baiat (Komitmen): Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, menunjukkan bahwa telah terjadi "ikrar" kolektif di tingkat elite untuk mendukung transformasi ini.
  • Suluk dan Zikir (Pelatihan & Pembiasaan): Dibangunnya berbagai portal (portal pendataan pesantren, kader, dll.) dan alur kerja (upstream, midstream, downstream) menciptakan "amalan baru" yang harus dilakukan secara konsisten oleh pengurus di semua tingkatan (PW, PC, MWC).
  • Wirasat (Keberlanjutan): Platform ini dirancang bukan sebagai proyek sekali jadi, melainkan sebagai infrastruktur digital yang akan diwariskan dan dikembangkan oleh generasi NU mendatang untuk memastikan organisasi tetap relevan.

Proses ini bukan sekadar migrasi teknologi, tapi sebuah perjalanan organisasi (thariqah) menuju tata kelola yang lebih transparan, efisien, dan terhubung.

Sintesis Spiritual-Teknologis: Membangun Budaya Digital yang Berbasis Nilai

Tantangan terbesar transformasi digital seringkali adalah budaya (culture). Teknologi bisa dibeli, tapi budaya adaptif, kolaboratif, dan inovatif harus dibangun. Di sinilah thariqah memberikan fondasi nilai yang tak ternilai.

Prinsip tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dalam thariqah dapat diarahkan untuk membersihkan mental blok yang menghambat perubahan, seperti ego sektoral, ketidakmauan berbagi data, atau rasa nyaman berlebihan dengan cara lama. Semangat ukhuwah (persaudaraan) dalam thariqah diperkuat oleh teknologi untuk membangun kolaborasi yang lebih erat antar-lembaga, badan otonom, dan cabang di seluruh dunia. Etika (adab) kepada guru dalam thariqah tercermin dalam etika bermedia digital, seperti menghormati perbedaan di ruang virtual dan menggunakan teknologi untuk kemaslahatan (maslahah).

Dengan demikian, transformasi digital NU tidak akan menghasilkan organisasi yang dingin dan mekanistik. Sebaliknya, ia akan melahirkan organisasi hybrid yang canggih secara teknologi namun hangat secara spiritual, di mana nilai-nilai kejujuran (shiddiq), amanah, dan kebijaksanaan (hikmah) menjadi dasar setiap interaksi di dunia digital. Ini adalah bentuk final dari "jalan" (thariqah) yang sesuai zaman: tetap pada tujuan hakikat (membangun peradaban rahmatan lil 'alamin), dengan metode (syariat) yang diperbarui, melalui jalan (thariqah) transformasi digital yang terpandu.

Penutup

Transformasi digital di tubuh organisasi sebesar dan sekompleks Nahdlatul Ulama adalah sebuah perjalanan besar, bukan sekadar proyek teknologi. Konsep thariqah, yang secara harfiah berarti "jalan", menawarkan kerangka change management yang sangat dalam, kontekstual, dan manusiawi. Ia mengajarkan bahwa perubahan yang hakiki memerlukan pembimbing yang bijak (mursyid), murid yang berkomitmen (seluruh anggota), ikrar yang kuat (baiat organisasi), pembiasaan yang disiplin (penggunaan tools), pembelajaran intensif (suluk), penghargaan atas kemajuan (khirqah), dan sistem pewarisan yang berkelanjutan (wirasat).

Platform Digdaya NU adalah bukti nyata bahwa perpaduan antara kearifan spiritual tradisional dan kebutuhan modern bukan hanya mungkin, tapi justru menjadi kekuatan pemersatu dan penggerak yang dahsyat. Dalam era di mana perubahan adalah keniscayaan, organisasi yang akan bertahan dan unggul adalah organisasi yang tidak kehilangan akar, namun lentur menari mengikuti irama zaman. Dengan menjadikan thariqah sebagai kekuatan change management, NU tidak hanya sekadar mengadopsi teknologi, tetapi sedang menempuh sebuah jalan spiritual baru di era digital untuk terus menghadirkan kemaslahatan bagi umat, bangsa, dan dunia.

Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)

Apakah konsep thariqah tidak kaku dan menghambat inovasi?

Tidak. Justru sejarah menunjukkan thariqah bersifat adaptif. Ia adalah "formulasi baru" yang menyatukan prinsip Islam dengan realitas lokal. Esensinya adalah "perjalanan bertujuan". Inovasi dan teknologi adalah sarana (wasilah) baru dalam perjalanan mencapai tujuan mulia organisasi di era modern.

Bagaimana jika ada anggota organisasi yang resisten karena menganggap digitalisasi bertentangan dengan tradisi?

Inilah peran sentral "mursyid" atau pemimpin transformasi. Mereka harus mampu menjelaskan dengan bijak (hikmah) bahwa tradisi pesantren pun sarat dengan semangat ilmu. Teknologi digital adalah perpustakaan, alat komunikasi, dan sistem administrasi baru. Tujuannya sama: menguatkan ukhuwah, menyebarkan ilmu, dan mengelola organisasi untuk kemaslahatan. Komunikasi yang intens dan pelibatan sejak dini adalah kuncinya.

Bisakah framework thariqah ini diterapkan di organisasi non-keagamaan?

Prinsip dasarnya sangat universal dan dapat diadaptasi. Setiap organisasi yang menjalani perubahan besar memerlukan: kepemimpinan yang membimbing (mursyid), komitmen anggota (murid), ikrar bersama (baiat), pembiasaan (zikir), pelatihan intensif (suluk), sistem penghargaan (khirqah), dan transfer pengetahuan (wirasat). Nilai-nilai seperti disiplin, komitmen, pembelajaran berkelanjutan, dan penghargaan adalah prinsip manajemen perubahan yang baik di mana pun.

Referensi

[1] Gramedia. Tarekat Adalah: Pengertian, Makna, dan 7 Komponen Utama Tarekat. [Online]

[2] Pustaka Digital UIN Kediri. Prof Dr. H. Samsul Nizar, M.A. , dkk. Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara. [Online]

[3] Sostech Jurnal Sosial dan Teknologi. Strategi Transformasi Digital Untuk Penguatan Manajemen Organisasi. [Online]

[4] Digdaya NU. [Online]

[5] Idx. Tata Kelola Perusahaan. [Online]

Oleh: Divisi Politik, Hukum dan HAM
Disetujui oleh: Pimpinan Redaksi Cherbon News

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama